IDNMetro.com, Aceh Timur – Haul 32 Tengku Ahmad Dewi dihadiri Tengku Muhammad Yunus dalam kunjungannya ke Dayah Kabupaten Aceh Timur yang diwakili dapil Idi Cut selaku putra asli Idi Cut pada, Rabu 1 Maret 2023.
Pada kesempatan itu, Tengku Muhammad Yunus saat mengunjungi Dayah peninggalan pelopor Syariat Islam di Bumi Syariat Islam di Bumi Serambi Mekah mengatakan pemberdayaan santri harus didata ulang, Dayah yang sudah lama harus didaftarkan kembali.
Acara tersebut turut dihadiri oleh Muspika Darul Aman, Camat Darul Aman Azane, SE, Mewakili Kapolsek, Babinsa dan Babinkamtibmas Darul Aman, Kementrian Agama, Mantan Walikota Langsa dan Para Alumni Dayah.
Dikatakan Tgk. Muhammad Yunus, Alm. Tgk. Ahmanullah atau yang akrab dikenal oleh rakyat aceh yaitu Tengku Ahmad Dewi di Idi Cut tepatnya di Dusun Bantayan, Gampoeng Keudee, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur.
Sejarah beliau sering terulis namanya dengan Teungku al Haqir al Faqir Ahmad Dewi. Dari jalur ayahnya Teungku Muhammad Husen mengalir darah perjuangan dari ulama dan pejuang Aceh Teungku Chik Hasballah Meunasah Kumbang yang merupakan murid dari Teungku Chik Pantee Geulima, ulama yang hidup segenerasi dengan Teungku Chik Di Tiro. Sebenarnya nama Teungku Ahmad Dewi adalah Ahmadullah, namun karena kemiripan dengan wajah ibunya masyarakat memanggil beliau dengan panggilan Teungku Ahmad Dewi.
Masih kata Tgk. Muhammad Yunus, kehadiran Tengku Ahmad Dewi dalam iklim pemberlakuan syariat Islam di Aceh memiliki arti penting, mengingat beliau yang mengawali pembentukan ‘team khusus’ yang disebut dengan Barisan Teuntra Merah disingkat BTM, terdiri dari para santrinya yang bertugas melakukan amar makruf nahi mungkar. Teungku Ahmad Dewi juga seorang alim yang mematangkan keilmuannya di berbagai dayah dan belajar dari para ulama kharismatik Aceh. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian beliau tumbuh dan melanjutkan tradisi keilmuan dari kakeknya Abu Meunasah Kumbang yang terkenal dengan keberanian, keahlian ceramah, karena Abu Meunasah Kumbang adalah seorang ulama besar pada masanya.
Kemudian pada tahun 1964 dalam usia 13 tahun, Teungku Ahmad Dewi mulai belajar secara sungguh-sungguh kepada salah seorang ulama Aceh Abu Muhammad Thaib Matang Geutho Idi Cut, yang merupakan guru dari banyak ulama Aceh. Abu Muhammad Thaib Matang Geutho adalah ulama yang hidup segenerasi dengan Syekh Hanafiyah Abbas Teungku Abi, Abu Meunasah Kumbang, Abu Kruengkalee dan ulama lainnya. Di antara murid-murid Abu Muhammad Thaib Matang Geutho yang menjadi ulama adalah Abu Muhammad Seuriget, Abu Ibrahim Bardan Panton dan Teungku Ahmad Dewi. Ketika belajar di Dayah Darutthaibah Matang Geutho, beliau banyak dididik oleh pamannya yang bernama Teungku Muhammad Shaleh yang juga sebagai guru senior di Dayah Matang Geutho.
Setelah beberapa tahun di Dayah Matang Geutho, Teungku Ahmad Dewi kemudian melanjutkan pengajiannya ke Dayah Teungku Sofyan Matang Kuli. Dalam beberapa tahun berikutnya beliau melanjutkan ke Dayah Abu Abdul Wahab Idi Cut. Pada rentang waktu itu, Teungku Ahmad Dewi berdakwah di pasar-pasar melalui metode ‘meukat ubat’. Perlahan namun pasti bakat oratornya makin kuat dan memikat para pendengar. Sehingga pada tahun 1973, beliau berjumpa dengan Abu Abdul Aziz Samalanga yang secara berkebetulan berkunjung ke Dayah muridnya Teungku Sofyan Matang Kuli dan beliau kemudian menjadi salah satu murid Abon Samalanga.
Semenjak tahun 1973, Teungku Ahmad Dewi muda menetap di Dayah Mudi Mesra Samalanga. Selama lebih kurang empat tahun beliau tekun belajar di Dayah Mudi Mesra Samalanga sehingga mengantarkannya menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya. Beliau disebutkan segenerasi dengan Abuya Nasir Waly, Abu Mudi Samalanga, Waled Nuruzzahri Samalanga dan ulama lainnya, adapun guru mereka adalah Abu Panton dan Abu Lueng Angen. Pada tahun 1977 Teungku Ahmad Dewi telah masyhur sebagai penceramah tutup Tgk Muhammad Yunus.
Laporan : Hasbi